Taneh Karo Simalem Bumi Turang

10 Agustus 2018

Sejarah Singkat Kiras Bangun (Garamata)

Kiras Bangun adalah anak dari Tanda Bangun dan dilahirkan oleh ibu br Ginting. Kiras Bangun akrab dengan nama panggilan sehari-hari Pa Ngapit Bangun alias Pa Garamata. Lahir pada tahun 1852 di Batu Karang, sebuah desa yang sekarang termasuk Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Beliau bersaudara 6 orang. Garamata memiliki 14 orang anak yang dilahirkan oleh 6 orang istri yang terdiri dari 7 anak laki-laki dan 7 anak perempuan.

Dalam sistem kekerabatan dan adat-istiadat Karo dalam tradisi pemena, sistem perkawinan poligami bukanlah merupakan hal yang tabu. Setiap pria Karo, jarang kita temukan beristri satu orang. Salah satu tujuan pernikahan poligami adalah untuk memperluas hubungan kekerabatan. Demikian juga halnya dengan Garamata, beliau memiliki lebih dari satu istri, yakni enam orang. Adapun keenam istri dan anak dari Garamata adalah sebagai berikut :

  1. Br. Ginting, berasal dari desa Berastepu.
  2. Simpar br Sebayang, berasal dari desa Gunung. Mempunyai 3 orang anak: Terupung br Bangun, Rancap Bangun, dan Koda Bangun.
  3. Br. Ginting, berasal dari desa Juhar. Mempunyai 3 orang anak: Batang Bangun, Kapalen br Bangun, dan Langsat Bangun.
  4. Kerja br Ginting, berasal dari desa Guru Benua. Mempunyai 4 orang anak: Releng br Bangun, Sunggelit br Bangun, Perentahen br Bangun, dan Payung Bangun.
  5. Sepit br Sinulingga, berasal dari desa Bintang Meriah. Mempunyai 3 orang anak: Solong br Bangun, Joman br Bangun, dan Nembah Bangun.
  6. Selat br Ginting, berasal dari desa Juhar. Mempunyai 1 orang anak yang bernama Langgar Bangun.
Kiras Bangun dengan nama populer Garamata, adalah warga Karo bermarga Bangun. Merga Bangun adalah pendiri desa Batukarang. Dalam suku Karo disebut juga sebagai Merga Simanteki Kuta atau disebut sebagai pengulu di kampung. Pada masa mudanya, Garamata dikenal sebagai seorang anak muda yang energik, suka berpetualang dan berkelana. Di luar dan di tanah kelahirannya, Garamata dikenal sebagai seorang tokoh masyarakat yang arif dan bijaksana, ia sering terlibat dalam Runggun (musyawarah dalam pengambilan keputusan) serta sering dipanggil untuk terlibat sebagai juru damai bila ada orang-orang yang terlibat konflik di desanya Batukarang maupun di desa-desa lain yang ada di Dataran Tinggi Karo bahkan lebih luas daripada itu, Garamata juga sering menjadi juru damai dalam beberapa perselisihan yang terjadi di Lembah Alas dan Karo Baluren, demikian juga ke Tanah Langkat dan Deli.

Garamata pernah menyelesaikan beberapa perselisihan antara Merga Kembaren dengan Penghulu Buluh Duri di Kuta Bangun, antara Penghulu Mardingding Pa Najam Sembiring dengan Panglima Hasan dari Aceh, demikian juga pertikaian masyarakat desa Gunung dengan masyarakat desa Pergendangen. Beliau juga pernah mencegah serangan Panglima Layang Perbesi terhadap masyarakat desa Perbaji, pernah pula mendamaikan perseteruan antara keluarga di desa Kutabuluh, serta mendamaikan perselisihan antara Penghulu Buluh Naman dengan Urung Suka.

Dari hasil pernikahan yang dilakukan Garamata sebanyak 6 kali, posisinya secara tidak langsung menjadikannya lebih kuat dalam meningkatkan hubungan kekerabatan dengan lebih banyak keluarga. Enam istri dalam masyarakat Karo berarti Garamata menjadi anak beru dalam 6 keluarga inti, dalam pengertian 
memiliki hubungan kekerabatan yang sangat luas menurut adat-istiadat Karo. Selain jalinan kekeluargaan yang luas, Garamata juga dikenal sebagai orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, ketika masih muda Garamata pernah mengecap pendidikan dengan belajar bahasa Melayu di Binjai, demikian juga dengan fasih 
sekali beliau menguasai aksara dan tulisan Karo.

Baca Juga Artikel Tentang Kiras Bangun, Pa Garamata ;

Kiras Bangun & Kolonalisme di Tanah Karo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar