Museum Djamin Ginting |
Jumat, 07 November 2014
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan gelar pahlawan kepada empat tokoh yang berjasa bagi Indonesia. Salah satunya adalah Letjen TNI (Purn) Djamin Ginting.
Letjen TNI (Purn) Jamin Gintings, lahir pada tanggal 12 Januari 1921 di desa Suka, Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dan meninggal di Kanada pada tanggal 23 Oktober 1974 pada usia 53 tahun. Jamin Gintings merupakan seorang Pejuang Kemerdekaan yang menentang pemerintahan Belanda di Tanah Karo Simalem Bumi Turang.
Perjalanan militer Jamin Gintings dimulai ketika bergabung dengan satuan militer yang mana pada saat itu diorganisir tentara Jepang. Pemerintah Jepang mendirikan angkatan bersenjata mulai dari anak muda di Tanah Karo yang digunakan untuk memperkuat pasukan Jepang dalam mempertahankan kekuasaan mereka di wilayah Asia. Djamin Gintings ditunjuk sebagai seorang komandan pada saat itu dalam pasukan bentukan Jepang.
Niat pemerintahan Jepang dalam rangka memanfaatkan Putra Karo dalam memperkuat pasukan Jepang ternyata gagal karena Jepang menyerah terhadap pasuka sekutu pada saat Perang Dunia ke-2. Jepang melepaskan wilayah kekuasaan mereka di Indonesia dan pulang untuk kembali ke Jepang.
Sebagai komandan pasukan, beliau bergerak cepat mengonsolidasi kepada pasukannnya. Beliau berkeinginan membangun satuan tentara militer di daerah Sumatera Utara. Beliau mencoba meyakinkan kepada para anggotanya agar tidak kembali ke desa mereka. Beliau memohon agar para anggotanya bersedia untuk melindungi dan membela rakyat Tanah Karo dari segala bentuk kekuatan yang ingin menguasai Sumatera Utara.
Situasi politik ketika itu tidak menentu, tentara Inggris dan Belanda kembali berkeinginan menguasai wilayah Sumatera. Pada saat menghadapi pasukan pemberontakan Nainggolan di Medan, maka Panglima Tentara Teritorium I (TT I) Jamin Gintings yang pada saat itu berpangkat Letkol Inf melancarkan Operasi Militer Bukit Barisan. Operasi ini dilancarkan pada tanggal 7 April 1958. Pasukan Nainggolan dan Sinta Pohan terdesak dan terpaksa mundur ke Tapanuli akibat dilancarkannya Operasi Militer Bukit Barisan II. Diakhir karier militernya, Jamin Ginting diangkat presiden Soeharto pada saat itu sebagai seorang Duta Besar untuk Kanada. Di Kanada ini pulalah Jamin Gintings mengakhiri hayatnya.
Berikut Pendidikan umum dan Kemiliteran serta Jabatan yang pernah dipercayakan kepada Beliau :
PENDIDIKAN :1. Umum
- Vervolgschool
- Schakelschool
- MULO
- Handelsschool
- SMA-C
- Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
- Fakultas Sosial Politik Universitas Jayabaya
2. Kemiliteran
- Gyugun
- Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat
- Staff College Quetta (Pakistan) 13 Februari - 15 Desember 1961
JABATAN
- 1945-1946 = Komandan Batalyon TKR Divisi IV Sumatera Timur di Kabanjahe
- 1946 = Wakil Kepala Staf Divisi IV Sumatera Timus di Medan / Pematangsiantar
- 1946-1947 = Komandan Batalyon Resimen II Tanjungbalai )
- 1947-1949 = Komandan Resimen I Divisi X Sumatera di Berastagi dan Tanah Alas
- 1950-1953 = Komandan Pangkalan Tentara dan Teritorium Sumatera Utara
- 1953-1954 = Komandan Komando Militer Kota Besar Medan
- 1954-1956 = Komandan Resimen II Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan
- 1956-1957 = Kepala Staf Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan
- 1957-1962 = Panglima Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan
- 1962-1965 = Asisten II Menteri Panglima Angkatan Darat
- 1965-1968 = Inspektur Jendral Angkatan Darat
- 1968-1972 = Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
- 1968-1972 = Ketua Sekretariat Bersama Golongan Karya
- 1968-1972 = Ketua Diskusi Luar Negeri
- 1968-1972 = Ketua Angkatan 45
- 1972-1974 = Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI Untuk Kanada
Ibu Likas br Tarigan (Istri Jamin Gintings) menerima plakat gelar Pahlawan Nasional atas nama Jamin Gintings yang diserahkan oleh Presiden Jokowi |
SETELAH 40 TAHUN MENUNGGU HARAPANTerima kasih Pak Presiden Joko Widodo. 40 tahun saya menunggunya. Baru kali ini jadi kenyataan. Kalimat itu meluncur dari Likas br Tarigan, setelah suaminya diangkat sebagai Pahlawan Nasional Letjen TNI (Purn) Jamin Gintings
Likas br Tarigan atau biasa disapa Ibu Jamin Gintings menghadiri penerimaan plakatuntuk gelar Pahlawan Nasional yang diberikan Negara dan diberi langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jumat (7/11/2014).
Perempuan kelahiran Sibolangit, 13 Juni 1924 memancarkan keharuan ketika mendengar Lagu Indonesia Raya berkumandang. Dari atas kursi rodanya, ia turut bernyanyi lantang. Nyonya Djamin tak kuasa menahan air matanya, ketika menerima sebuah tanda gelar pahlawan bertuliskan nama sang suami, gambar Garuda dan tulisan "Jasamu Tetap Dikenang," dari Jokowi.
"Saya merasa lega, karena suami saya kerja keras untuk kemerdekaan ini. Jadi empat puluh tahun sudah lewat, sekarang baru dapat," ucap Nyonya usai upacara penganugerahan tanda gelar pahlawan di Istana Negara.
Ia mengingat usulan gelar pahlawan nasional itu disodorkan, terakhir tiga tahun lalu. Tapi, selama itu pula janji tinggal janji, dan hampir membuatnya putus harapan.
"Sekarang sudah kenyataan. Saya senang sekali. Saya bangga," ucapnya. Ia tak sekadar bangga menerima suaminya diakui sebagai pahlawan nasional, tapi karena selama ini ia turut berjuang dengan suaminya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
"Satu kali, tiba-tiba pada sebuah pagi datang pesawat terbang Belanda. Saat itu saya sakit. Suami saya dengan ajudan langsung melompat keluar. Sebanyak 52 kali ditembaki pesawat tempur Belanda," kenang Nyonya Djamin peristiwa puluhan tahun lalu.
"Saat itu, saya merangkak hingga ke tepi sungai dengan anak saya yang masih kecil. Tahu-tahu datang ajudan bapak. 'Ayo Bu ke tempat Bapak.' Saya bilang, 'Kenapa bukan bapak yang menjemput aku?' Ketika itu ajudan itu jawab, 'kalau ibu mati, itu yang mati satu orang saja. Tapi kalau Bapak yang mati, itu sama saja mati dua resimen. Jadi terserah ibu, mau ikut atau tidak.' Itu yang paling saya kenang," kisahnya.
TAK LAMA LAGI MENYUSUL
Di akhir wawancara, Nyonya Djamin merasakan usianya tak lagi panjang. Perjuangannya bersama suami sudah selesai. Ia meninggalkan pesan kepada anak muda berjuang keras agar negeri ini bisa lebih baik lagi dari sekarang sesuai cita-cita pendiri bangsa.
"Saya sudah 90 tahun. Mungkin, saya sudah tua dan tak lama lagi menyusul. Dan saya juga akan dimakamkan di Kalibata. Sudah disiapkan Kementerian Sosial, dimana saya akan dikuburkan," kata Nyonya Djamin.
Sebelum menutup pembicaraannya, Likas tak lupa sekali lagi menyampaikan terima kasihnya kepada Presiden Jokowi yang telah memberikan kehormatan bagi suami dan keluarganya tanda gelar Pahlawan Nasional.
lettu tampak sebayang dokumenter rambo
BalasHapus