31 Oktober 2010
Penginjilan di Tanah Karo
Menurut Cuplikan Sejarah Penginjilan Kepada Masyarakat Karo 1890-2000 karya Dk.Em.P.Sinuraya, kabar baik mulai melanda masyarakat Karo pada tahun 1890 sampai saat ini yang bermula dari Karo Jahe. Sampai saat ini Kristenisasi didaerah masyarakat Karo maju pesat dan ini terbukti dari mayoritas masyarakt Karo beragama Kristen. Didalam buku yang ditulis Dk.Em.P.Sinuraya tersebut diatas dikisahkan pada tahun 1911 masyarakat Karo di Kaban Jahe telah dibaptis sebanyak 70 orang, salah satu tokoh Karo terkenal yang ikut dibaptis adalah Sibayak Pa Mbelgah (Sibayak Rumah Kaban Jahe).
Namun sangat disayangkan Sibayak Pa Mbelgah tak lama kemudian keluar dari gereja karena ada perbedaan/pertentangan pendapat antara Pa Mbelgah dengan pendeta. Pada waktu itu sebagai raja ketika menerima tamu undangan biasanya disambut dengan gendang dan menari sebagai penghormatan terhadap tamu tersebut. Ketika kebiasaan tersebut ditanyakan Pa Mbelgah kepada pendeta apakah dibolehkan atau tidak, pendeta menjelaskan tidak boleh karena gendang tersebut dianggap mengandung unsur kekafiran, dan unsur kekafiran tidak boleh dikawinkan dengan agama Kristen. Sangat disayangkan P.Sinuraya tidak menulis apa yang dimaksud dengan unsur-unsur kekafiran tersebut.
Pada tanggal 28 November 2008 yang lalu di pesta perkawinan putri Dr.Ir Djoni Tarigan di Jakarta, Ev.Adil Sinulingga SH MA mewawancarai Pdt. Musa Sinulingga mengenai perubahan perubahan sikap GBKP yang semula melarang gendang dalam upacara adat Karo, tetapi saat ini sudah diperbolehkan. Pdt. Musa Sinulingga memberi penjelasan awalnya pelarangan tersebut bersifat menyeluruh artinya dalam upacara adat tidak boleh ada gendang dan tarian, tapi ketika memperingati 75 tahun (Jubleum) GBKP pada tahun 1965 hal tersebut diperlonggar dimana yang dilarang hanyalah mengenai gendang perumah begu, erpangir kulau dan yang lainnya yang dianggap berhubungan dengan roh-roh jahat. Selama gendang dan tarian tersebut dianggap tidak berhubungan dengan roh-roh kegelapan maka hal tersebut tidak dilarang. Dikatakan lebih lanjut bahwa sikap GBKP tersebut ternyata mendapat dukungan dari tokoh-tokoh adat karo, sehingga dengan demikian mereka menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar