Taneh Karo Simalem Bumi Turang

07 November 2014

Djamin Gintings Seorang Pejuang Sejati

Djamin Gintings seorang Pejuang Kemerdekaan dari Tanah Karo yang menentang pemerintahan Belanda. Jamin Gintings lahir di desa Suka, setelah menamatkan pendidikan umum dia bergabung bersama satuan militer Jepang. Jepang membentuk angkatan bersenjata mulai dari anak muda di Tanah Karo yang digunakan untuk memperkuat pasukan Jepang dalam mempertahankan kekuasaan mereka di wilayah Asia. Jamin Gintings ditunjuk sebagai seorang komandan pada saat itu dalam pasukan bentukan Jepang.

Djamin Ginting, lahir di sebuah desa di Kabupaten Karo, 12 Januari 1921 Ayahnya bernama Lantak Ginting Suka dan ibunya bernama Tindang br Tarigan. Ia anak ke dua dan tujuh orang bersaudara. Pada tahun 1928 beliau masuk sekolah Vervolgschool di Desa Suka lalu melanjutkan sekolah Schakelschool di Kabanjahe, dan pada tahun 1935 beliau masuk MULO di Medan. Di Medan beliau mulai ikut terlibat dalam berbagai organisasi diantaranya Pertemuan Karo, bersama temannya antara lain Selamat Ginting, Kontan Bangun, Nelang Sembiring, dll.

Pada saat perang Asia Timur Raya pecah beliau akhirnya masuk tentara PETA (Pembela Tanah Air). Beliau juga banyak terlibat dalam TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan menjabat sebagai Komandan Devisi IV di Kabanjahe sampai ke Dairi. Djamin Ginting menikah dengan Likas br Tarigan.

Pada masa perang kemerdekaan dan agresi militer Belanda pertama dan kedua. ia terlibat intens dalam mempertahankan kedaulatan RI. Dalam buku Bukit Kadir dikisahkan, Jamin Gintings ikut terlibat pertempuran dan perundingan beberapa kali dengan Belanda. Salah satu kejadian yang menyedihkan saat serangan dari udara oleh pihak Belanda yang mana banyak teman seperjuangannya yang gugur.

Niat pemerintahan Jepang dalam rangka memanfaatkan Putra Karo dalam memperkuat pasukan Jepang ternyata gagal karena Jepang menyerah terhadap pasuka sekutu pada saat Perang Dunia ke-2. Jepang melepaskan wilayah kekuasaan mereka di Indonesia dan pulang untuk kembali ke Jepang. Sebagai komandan pasukan, beliau bergerak cepat mengonsolidasi kepada pasukannnya. Beliau berkeinginan membangun satuan tentara militer di daerah Sumatera Utara. Beliau mencoba meyakinkan kepada para anggotanya agar tidak kembali ke desa mereka. Beliau memohon agar para anggotanya bersedia untuk melindungi dan membela rakyat Tanah Karo dari segala bentuk kekuatan yang ingin menguasai Sumatera Utara. Situasi politik ketika itu tidak menentu, tentara Inggris dan Belanda kembali berkeinginan menguasai wilayah Sumatera.

Dikemudian hari anggota pasukan Djamin Ginting ini akan mucul sebagai pionir-pionir pejuang Sumatera bagian Utara dan Karo. Kapten Bangsi Sembiring, Kapten Selamat Ginting, Kapten Mumah Purba, Mayor Rim Rim Ginting, Kapten Selamet Ketaren, dan lain lain adalah cikal bakal Kodam II/Bukit Barisan yang kita kenal sekarang ini.

Ketika Letkol, Jamin Gintings menjadi wakil komandan Kodam II/Bukit Barisan, dia berselisih paham dengan Kolonel M. Simbolon yang pada saat itu sebagai Komandan Kodam II/Bukit Barisan. Jamin Ginting tidak sepaham dengan tindakan Kolonel Simbolon untuk menuntut keadilan dari pemerintah pusat melalui kekuatan bersenjata. Perselisihan mereka berdua pada waktu itu sangat dipengaruhi karena situasi ekonomi dan politik yang melanda Indonesia. Disatu pihak, Simbolon merasa Sumatera dianaktirikan oleh pemerintah pusat dalam bidang ekonomi. Dilain pihak, Jamin Ginting sebagai seorang tentara profesianal memegang teguh azas seorang prajurit untuk membela negara Indonesia.

Pada saat menghadapi pasukan pemberontakan Nainggolan di Medan, maka Panglima Tentara Teritorium I (TT I) Jamin Gintings yang pada saat itu berpangkat Letkol Inf melancarkan Operasi Militer Bukit Barisan. Operasi ini dilancarkan pada tanggal 7 April 1958. Pasukan Nainggolan dan Sinta Pohan terdesak dan terpaksa mundur ke Tapanuli. Dimasa akhir baktinya setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1949, beliau aktif sebagai tentara sebagai wakil Panglima di Kodam I Bukit Barisan. Pada masanya sangat banyak masyarakat Karo tertolong dengan bantuannya, dengan memasukkan Putra Karo bekerja di Perkebunan Negara.

Beliau menggantikan Kolonel Simbolon dan diangkat menjadi Panglima Kodam I Bukit Barisan. Pada saat terjadi pergolakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dikenal dengan sebutan Dewan Gajah, beliau yang mengatur strategi guna menumpas pemberontakan PRRI tersebut, yang akhirnya membebastugaskan para perwira yang ikut terlibat. Pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi Kolonel. Pada tahun 1962 oleh Mayjend Ahmad Yani ditarik ke Markas Besar Angkatan Darat sebagai Asisten II Latihan dan Operasional Angkatan Darat. Pada tahun 1962 di tahun yang sama pula pangkat beliau kemudian menjadi Brigadir Jenderal. Di posisinya yang baru, beliau banyak ikut terlibat dalam masalah pengambilalihan Irian Barat serta konfrontasi dengan Malaysia.

Pada tahun 1964 pangkatnya dinaikkan lagi menjadi Mayor Jenderal. Pada Tahun 1965 tepatnya bulan April, ia bertugas sebagai Ketua Steering Commettee seminar pertama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, yang kemudian tercetusnya ABRI dengan konsep dwi fungsi yang diperkenalkan oleh A.H Nasution.

Semasa hidupnya beliau menulis beberapa buku, diantaranya "Bukit Kadir" yang mengisahkan perjuangannya di wilayah Karo sampai ke perbatasan Aceh melawan Belanda. Anak buahnya yang bernama Kadir gugur dekat perbukitan di Tanah Karo saat terjadinya peperangan dengan tentara Belanda. Bukit itu sekarang dikenal dengan nama Bukit Kadir. Salah satu peristiwa yang memilukan ketika serangan udara dilakukan oleh tentara Belanda. banyak anak buahnya dan teman seperjuangan yang gugur. Kejadian tersebut melahirkan lagu yang sangat populer pada saat itu, "Oh Turang".

Akhirnya beliau berkancah di dunia politik dan termasuk sebagai salah satu pendiri Sekber Golkar yang mewakili GaKaRi (Gabungan Karya Rakyat Indonesia). Beliau pun menamatkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Sosial Politik Universitas Jayabaya. Beliau pun pernah menjadi Ketua Sekretariat Bersama Golongan Karya, serta pernah menjabat sebagai Ketua Angkatan 45. Semasa hidupnya, beliau dikenal sangat mencintai KARO baik budaya, adat istiadat, kesenian, dan rakyat karo, dan semua yang berhubungan dengan Karo baik dalam tindakan dan perbuatannya sebagai pejabat negara dan sebagai seorang pejuang kemerdekaan.

Pada tahun 1971 karirnya di militer pun terus meningkat dan kemudian naik pangkat menjadi Letjen. Pada tahun itu juga kemudian beliau terpilih menjadi anggota DPR RI Komisi II. Pada saat itu presiden Soeharto mengangkat Jamin Gintings menjadi Duta Besar Indonesia Untuk Kanada. Namun masa jabatannya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kanada tak selesai beliau jalankan dikarenakan beliau meninggal saat masa tugasnya. Beliau wafat pada tanggal 23 Oktober 1974 di Kanada dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar